Perayaan Peh Cun 2016, Warga Berebut Dirikan Telur

KOTA – Puncak perayaan Peh Cun tahun 2016 se-Jawa Tengah di Kota Pekalongan telah dilaksanakan pada Kamis (9/6) di obyek wisata Pantai Pasir Kencana.  Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara puncak tradisi warga keturunan Tionghoa penganut agama Konghucu ini diisi dengan berbagai ritual, mulai dari sembahyang, lomba mendirikan telur, hingga sedekah laut.

 

Lomba mendirikan telur, menjadi salah satu kegiatan yang menyedot antusiasme warga, bukan hanya warga Tionghoa. Mereka seolah berebut ingin membuktikan fenomena alam setahun sekali itu. Tak terkecuali sejumlah tokoh, mulai dari Walikota, Kepala Dishubparbud, pejabat sipil, TNI, Polri, dan lainnya.

 

Walikota HA Alf Arslan Djunaid bersama sejumlah pejabat terkait mendapat kesempatan pertama untuk mengikuti lomba mendirikan telur ayam yang dimulai sekitar pukul 11.30 WIB. Namun, setelah sekitar 10 menit mencoba, Walikota dan tokoh lainnya gagal mendirikan telur ayam tersebut. Pada kesempatan itu, hanya Kepala Dishubparbud, Doyo Budi Wibowo, yang berhasil mendirikan telur. Dia pun mendapat doorprize dari panitia.

 

Menurut Alex, sapaan akrab Walikota, mendirikan telur memang cukup sulit. Membutuhkan konsentrasi tinggi agar berhasil. “Pada Peh Cun kali ini, saya gagal mendirikan telur. Tahun lalu juga. Tetapi tiga tahun lalu saya bisa. Mungkin karena tadi saya kurang konsentrasi, pengaruh cuaca juga,” kata Alex yang sedang puasa Ramadhan.

 

Dia mengungkapkan, perayaan Peh Cun bisa menjadi momentum membangun kebersamaan antara warga keturunan Tionghoa dengan warga Kota Pekalongan lainnya dari berbagai latar etnis dan budaya, juga perwujudan kerukunan antar umat beragama di Kota Pekalongan. “Kegiatan ini sudah rutin digelar tiap tahun. Di sini mengandung unsur kebudayaan, tradisi dan religi. Tahun ini lebih meriah karena diikuti Makin (Majelis Agama Kongucu Indonesia) se Jawa Tengah,” ujarnya.

 

Acara Perayaan Peh Cun di Pantai Pasir Kencana kemarin diawali dengan pentas berbagai kesenian, seperti liong, barongsai, toa kok tui, dan karawitan. Dilanjutkan dengan acara sembahyang oleh umat Konghucu, dipimpin seorang pemuka agama Konghucu. Di lokasi tersebut telah disiapkan pula sebuah replika perahu naga terbuat dari kertas, berikut sesajinya. Perahu ini selanjutnya dibakar di tepi pantai, sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan.

 

Sebelum puncak acara di Pantai Pasir Kencana, rangkaian perayaan Peh Cun di Kota Pekalongan telah digelar sejak dua hari sebelumnya di Jalan Blimbing. Kegiatannya berupa festival kuliner yang diikuti puluhan stan kuliner, serta berbagai pentas kesenian menjadi daya tarik warga untuk hadir ke acara tersebut.

 

Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) Jawa Tengah, Liem Ping An, menjelaskan tradisi Peh Cun bermula dari cerita masa lalu, pada saat Dinasti Chou. Waktu itu ada seorang menteri yang jujur dan setia pada negaranya. Tetapi kemudian, karena ada pihak yang tidak senang dengan sang menteri, sang menteri itu diasingkan oleh sang raja ke sungai Miluo, dekat sebuah danau.

 

Sang menteri pun kecewa, apalagi berikutnya mendengar negara yang ia cintai diserang negara lain. “Wujud kekecewaannya itu, dia menceburkan diri ke sungai, bertepatan pada tanggal 5 bulan 5 tahun Imlek,” katanya.

 

Lalu rakyat yang merasa sedih lantaran kehilangan sosok menteri yang dicintainya, melakukan upaya pencarian menggunakan beratus-ratus perahu. Mereka juga melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan maksud agar ikan dan udang dalam sungai tersebut tidak mengganggu jenazah sang menteri.

 

Kemudian untuk menghindari makanan tersebut dari naga dalam sungai tersebut maka mereka membungkusnya dengan daun-daunan yang sekarang makanan tersebut dikenal dengan nama kue bakcang. “Kegiatan itu tiap tahun dilakukan, dan akhirnya menjadi cikal bakal perayaan Peh Cun,” katanya.

 

Mengenai fenomena telur bisa berdiri pada saat perayaan Peh Cun, Liem Ping An menjelaskan hal itu sudah dilakukan sejak 5000 tahun silam. Berkat perhitungan ilmu perbintangan yang cukup tinggi, saat itu dipercayai telur bisa berdiri karena pada tanggal 5 bulan 5 tahun Imlek, posisi bumi bulan dan matahari dalam garis lurus.

 

Hal ini menurut dia masih relevan sampai sekarang, dan bisa dibuktikan. “Dipercayai pula bahwa tanaman obat yang dipetik pada tanggal 5 bulan 5 Imlek punya khasiat tinggi menyembuhkan penyakit,” imbuh dia. (way)

 

(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 10-06-2016)